KKN Konversi: Sejarah dan Budaya Padukuhan Bungsing: Dari Embung hingga Tradisi Religi

09 Juni 2024
KKN UIN
Dibaca 192 Kali
KKN Konversi: Sejarah dan Budaya Padukuhan Bungsing: Dari Embung hingga Tradisi Religi

Bungsing, sebuah padukuhan di Bantul, memiliki sejarah dan budaya yang kaya. Nama "Bungsing" berasal dari keberadaan embung atau mata air yang telah ada sejak dulu dan masih berfungsi hingga sekarang. Embung ini, yang kini telah dipermanenkan, terletak dekat dengan waung dan menjadi ciri khas wilayah tersebut. Meski berada di daerah tinggi, mata air di Bungsing tidak pernah kering, bahkan saat musim kemarau.

Padukuhan Bungsing terdiri dari tiga padukuhan yang bersatu menjadi satu dusun. Pada tahun 1972-an, Bungsing baru memiliki makam, yang unik karena bertingkat: bayi dimakamkan di undakan paling bawah, sementara para kyai dimakamkan di bagian paling atas. Makam ini direncanakan akan menjadi makam religi, mengingat banyak kyai dari Bantul yang dimakamkan di sana.

Masjid tertua di Bungsing dibangun pada tahun 1978. Hingga kini, adat dan budaya di Bungsing tetap dipertahankan. Tradisi seperti sedekahan, selikuran, merti dusun, dan nyewu untuk orang yang wafat masih dipraktikkan dengan penuh khidmat. Dari sisi keagamaan, ada tradisi ngapati yang menandai peniupan ruh ke dalam janin, sebuah ritual yang menunjukkan kedalaman spiritual masyarakat setempat.

Selain itu, di Bungsing terdapat senjata kuno yang merupakan kepemilikan pribadi, seperti pedang dan pusaka lainnya, yang dimiliki oleh keluarga Pak Ichwan. Senjata-senjata ini menjadi bagian dari warisan budaya yang kaya di Bungsing.

Wawancara dengan Pak Dukuh Bungsing pada 31 Mei 2024 mengungkapkan betapa padukuhan ini tetap menjaga warisan leluhur dan tradisi yang membuatnya unik. Dari embung yang tidak pernah kering hingga tradisi budaya dan keagamaan yang terus dilestarikan, Bungsing adalah contoh nyata bagaimana sejarah dan budaya dapat hidup berdampingan dalam harmoni.